Selasa, 04 Oktober 2016

HUKUM UDARA

Pengantar

Hukum Udara (Air Law) merupakan salah satu cabang hukum internasional yang relatif baru karena baru mulai berkembang pada permulaan abad ke 20 setelah munculnya pesawat udara. Belum ada kesepakatan yang baku secara internasional mengenai pengertian hukum udara (air law), kadang-kadang digunakan istilah hukum udara (air law), hukum penerbangan (aviation law), hukum navigasi udara (air navigation law), hukum transportasi udara (air transportation law), hukum penerbangan (aerial law), hukum aeronautika penerbangan (aeronautical law), atau hukum udara - aeronautika penerbangan (air-aeronatica law). Istilah - istilah tersebut dipergunakan saling bergantian tanpa membedakan satu terhadap yang lain.
karena mulai berkembang pada permulaan abad ke 20 setelah munculnya pesawat udara.

Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Efbary
karena mulai berkembang pada permulaan abad ke 20 setelah munculnya pesawat udara.

Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8Ef

Banyak definisi yang dikemukakan oleh para ahli hukum udara, yang meskipun dalam rumusannya berbeda satu sama lain, namun dalam maknanya memiliki arti yang sama. Sebagai contoh, misalnya:
  • I.H.Ph. Diederiks-Verschoor memberikan definisi sebagai berikut:
"Air Law is a body of rules governing the use of airspace and its benefits for aviation, the general public and the nations of the world" 
  • Nicolas Mateesco Matte yang mengutip pendapat Marcel Le Goff:
"Air Law is collection of all uses that man can make of the air and that if aerial navigation is the most important of these uses, it is certainly not the only one".
  • Hakim Charles de Visscher berpendapat: 
 "Air Law is the collection of rules which govern the air medium and it use".
  • Nicholas de B. Katzenbach
"Hukum udara internasional adalah sekumpulan peraturan-peraturan yang disusun tidak hanya oleh suatu negara, tetapi bersumberkan kepada perjanjian antara dua negara atau lebih. Dan perjanjian ini dapat tertulis atau terjadi karena adanya suatu pengertian bersama (common understanding) yang telah dikembangkan oleh sejarah sehingga menjadi semacam suatu kebiasaan yang umum diterima".
  • E. Pepin

"Hukum udara adalah peraturan-peraturan mengenai sirkulasi penerbangan dan juga penggunaan pesawat udara serta hak dan kewajiban yang timbul karenanya".
  • Goedhuis
"Hukum udara adalah hukum yang mengatur suatu situasi khusus dari kehidupan manusia dengan adanya rangkaian peraturan-peraturan yang berusaha menertibkan segala kejadian di ruang udara (air space) serta mengatur cara-cara memanfaatkan ruang udara sebagai objek bagi kepentingan penerbangan.
  • Prof. Priyatna Abdurrasyid
"Hukum udara adalah segala macam undang-undang, peraturan-peraturan dan kebiasaan mengenai penerbangan serta segala hak dan kewajiban manusia sebagai pelaksanaannya yang disusun berdasarkan kepada perjanjian, kebiasaan dan hukum yang berlaku di antara negara dalam soal penerbangan (conventions, treaties, customary laws, etc.)".
  • Prof E. Saefullah Wiradipradja
"Hukum udara adalah sekumpulan (seperangkat) peraturan yang mengatur kegiatan manusia dan/atau subjek hukum lain di ruang udara" 
  • Prof. Suherman
"Hukum udara adalah seluruh ketentuan-ketentuan yang mengatur ruang udara dan penggunaannya untuk penerbangan".


Sejarah Hukum Udara


Perkembangan hukum udara diawali pada Konferensi Internasional Hukum Udara yang pertama diselenggarakan pada tahun 1910 setelah sejumlah balon udara milik Jerman melintasi wilayah udara di atas negara Perancis, yang mana hal ini dianggap oleh pihak Perancis sebagai suatu ancaman terhadap keamanannya. Sembilan tahun setelah konferensi pertama tersebut dibentuklah Konvensi Paris 1919 yang berlandaskan adagium Romawi (cujus est solum, ejus usque ad coelum at ad inferos) yang berarti bahwa negara melaksanakan haknya sampai pada suatu ketinggian dimana ia masih memiliki kontrol aktif terhadap ruang udaranya. Tujuan utama perjanjian itu adalah untuk menegakkan kedaulatan negara terhadap ruang udara di atas wilayahnya dan membentuk ketentuan-ketentuan bagi pengguna ruang udara.

Konvensi Paris 1919 ditandatangani pada tanggal 13 Oktober 1919 dan baru berlaku pada tanggal 11 Juli 1922. Dapat dikatakan bahwa Konvensi Paris 1919 tersebut merupakan upaya pertama pengaturan internasional secara umum mengenai penerbangan. Pengaturan hukum udara dalam Pasal 1 Konvensi Paris 1919 menjelaskan mengenai kedaulatan penuh dan eksklusif negara peserta terhadap ruang angkasa di atas wilayah darat dan lautnya. Kendati demikian pada perkembangannya, konvensi tersebut mengalami beberapa perubahan materi terutama mengenai keanggotaan dalam konvensi yang mana menjelaskan bahwa setiap negara memiliki kedaulatan penuh terhadap ruang udara yang berada di atasnya. Pelaksanaan masalah kebebasan navigasi udara Konvensi Paris dirasa hanya sebagai konvensi yang diberikan atas dasar resiprositas semata kepada para pihak, bukan penilaian objektif. Oleh sebab itu, perkembangan pesat dalam lalu lintas udara juga membuat Konvensi Paris harus direvisi kembali. Amerika Serikat berinisiatif untuk merevisi Konvensi Paris pada konferensi yang dilaksanakan pada 1 November - 7 Desember 1944 di Chicago, yang mengatur tentang dua kebebasan dasar yaitu hak litas damai dan hak mendarat teknik untuk keperluan pengambilan bahan-bahan dan reparasi dan tiga kebebasan komersial yang berkaitan dengan lalu lintas komersial. Pada konferensi tersebut, lahirlah Konvensi Chicago 1944 yang merupakan dasar dari pengaturan hukum udara internasional.


Sumber Hukum Udara






Asthok Aripasola

Today Deal $50 Off : https://goo.gl/efW8EfA












Sumber hukum di sini adalah sumber hukum dalam arti formal (bentuk dari hukum atau peraturan tersebut) yang menjawab atas pertanyaan di mana kita dapat menemukan hukum udara, bukan sumber hukum dalam arti materiil yang menjawab atas pertaanyaan mengapa hukum udara diperlukan atau ditaati. Sumber hukum udara antara lain terdiri dari:
  • Konvensi-Konvensi Internasional
Contoh konvensi-konvensi internasional yang mengatur mengenai hukum udara misalnya Konvensi Chicago 1944 tentang Penerbangan Sipil Internasional (Convention on International Civil Aviation) atau Konvensi Warsawa 1929 yang sekarang diganti dengan Konvensi Montreal 1999 tentang Unifikasi dari Ketentuan - Ketentuan Tertentu Sehubungan dengan Pengangkutan Udara Internasional (Convention for the Unification if Certain Rules Relating to International Carriage by Air).
  • Hukum Kebiasaan Internasional
Hukum kebiasaan internasional kurang kelihatan peranannya dalam hukum udara internasional, hal ini disebabkan bidang hukum udara merupakan bidang yang sangat baru, sehingga kebiasaan-kebiasaan yang berkembang menjadi hukum belum banyak ditemukan. Faktor lainnya juga karena cepatnya perkembangan di bidang penerbangan, sedangkan para penyusun peraturan berusaha untuk mengimbanginya sehingga kebiasaan internasional sering dilewati sebagai hukum.
  • Prinsip-Prinsip Hukum Umum
Prinsip-prinsip hukum umum (general principles of law) adalah prinsip-prinsip atau asas-asas hukum yang diterima oleh bangsa-bangsa yang merdeka di dunia.
  •  Putusan Pengadilan dan Pendapat Para Sarjana Terkemuka, Sebagai Sumber Tambahan
Putusan-putusan pengadilan (judicial decision) dan pendapat para sarjana terkemuka (the teaching of the most highly qualified publicist) sebagai sumber tambahan, berperan sangat penting dalam membantu perkembangan hukum udara.
  •  Persetujuan - Persetujuan Bilateral
Salah satu ciri karakteristik transportasi udara adalah dapat melintas atau lewat dari satu lingkungan hukum ke lingkungan hukum yang lain. Demi kelancaran dan keamanan penerbangan di atas wilayah negara tertentu yang memiliki kedaulatan penuh terhadap ruang udaranya, diperlukan terlebih dahulu  perjanjian bilateral antara negara yang menjadi nasionalitas (bendera) dari pesawat udara yang terbang di atas wilayah suartu negara dengan negara yang akan dilewati oleh pesawat udara tersebut.
  • Hukum Nasional
Pada umumnya, hukum udara nasional merupakan turunan atau salinan dari hukum udara internasional yang disesuaikan dengan situasi dan kondisi nasional masing-masing negara. Oleh karena itu, perjanjian internasional tetap menjadi rujukan bagi hukum udara nasional. Saat ini rujukan hukum udara di Indonesia terdapat di dalam UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan beserta peraturan pelaksananya, baik dalam bentuk Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, maupun Peraturan Dirjen Perhubungan Udara.  

 

REFERENSI


E. Safullah Wiradipradja, Pengantar Hukum Udara dan Ruang Angkasa, Buku I Hukum Udara, Bandung: PT. Alumni, 2014.

K. Martono dan Ahmad Sudiro, Hukum Udara Nasional dan Internasional Publik (Public International And National Law), Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2012. 

Asthok Aripasola, Hukum Internasional Hukum Udara Dan Hukum Angkasa, <http://terusmaju-asthok.blogspot.co.id/2013/09/hukum-internasional-hukum-udara-dan.html>, diakses 2 Oktober 2016.

   
Bab II, Pengaturan Hukum Udara Internasional, <https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwj3wYix87_PAhUeSY8KHe2GBnAQFghBMAY&url=http%3A%2F%2Frepository.usu.ac.id%2Fbitstream%2F123456789%2F59507%2F3%2FChapter%2520II.pdf&usg=AFQjCNHW7ubPkXtCTsOa-UyfzNMS3mruPQ&sig2=rQaWzp-zXah6AozTvjOeSg&bvm=bv.134495766,d.c2I>, diakses 4 Oktober 2016.


diakses 3 Oktober 2016.

Donny Yusra Pebrianto, Hukum Udara Nasional dan Internasional, <http://nela-febriz.blogspot.co.id/2011/09/hukum-udara-nasional-dan-internasional.html>, diakses 2 Oktober 2016.





Tidak ada komentar:

Posting Komentar